Esensi Lembaga Pemasyarakatan sebagai Wadah Pembinaan Narapidana

Esensi Lembaga Pemasyarakatan


sebagai


Wadah Pembinaan Narapidana


 (Sebuah Tinjauan berdasarkan


Konsep Pemasyarakatan menurut Rahardjo, S.H.)


 


 


Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pelaksanaan Pidana


 Disusun Oleh:


 













ANDRE DICKY PRAYUDHA



E0005087



ANNA MARIA AYU  



E0005095




BAB I


PENDAHULUAN


 


 


A.        Latar Belakang


Adanya model pembinaan bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari sebuah dinamika, yang bertujuan untuk lebih banyak memberikan bekal bagi Narapidana dalam menyongsong kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman (bebas). Seperti halnya yang terjadi jauh sebelumnya, peristilahan Penjara pun telah mengalami perubahan menjadi pemasyarakatan. Tentang lahirnya istilah Lembaga Pemasyarakatan dipilih sesuai dengan visi dan misi lembaga itu untuk menyiapkan para narapidana kembali ke masyarakat. Istilah ini dicetuskan pertama kali oleh Rahardjo, S.H. yang menjabat Menteri Kehakiman RI saat itu.


Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan masyarakat.


Dalam perkembangan selanjutnya Sistem Pemasyarakatan mulai dilaksanakan sejak tahun 1964 dengan ditopang oleh UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. UU Pemasyarakatan itu menguatkan usaha-usaha untuk mewujudkan suatu sistem Pemasyarakatan yang merupakan tatanan pembinaan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan. Dengan mengacu pada pemikiran itu, mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin mengatakan bahwa pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya.


Selanjutnya pembinaan diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukannya. Kegiatan di dalam LP bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan.


Dengan demikian jika warga binaan di LP kelak bebas dari hukuman, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat dan lingkungannya dan dapat hidup secara wajar seperti sediakala. Fungsi Pemidanaan tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu proses rehabilitasi dan reintegrasi sosial Warga Binaan yang ada di dalam LP.


Tentu saja hal ini sangat kontradiktif apabila dibandingkan dengan visi dan misi pemasyaratan sebagai tempat pembinaan narapidana, agar keberadaannya dapat diterima kembali oleh masyarakat sewaktu bebas. Perlu bagi kita untuk sejenak melihat kembali tujuan pengadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai tempat untuk membina dan menyiapkan seorang narapidana menjadi "lurus" dan siap terjun kembali ke masyarakatnya kelak. Apakah selama ini pola dan cara pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan sudah sampai pada tujuannya? Apakah bukannya pola  pembinaan di LP itu malah membekali si narapidana akan kelak lebih   profesional? Butuh pemikiran bersama dalam mengurai benang kusut di balik jeruji besi selama ini.


 


B.        Perumusan Masalah


 


Berdasarkan uraian diatas, mengerucut beberapa pertanyaan yang menjadi kerangka pemikiran penulis untuk menyusun makalah ini :


1.         Unsur apa saja yang dapat mempengaruhi pembinaan narapidana?


2.         Bagaimanakah dukungan terhadap proses pembinaan narapidana dalam pemasyarakatan, apakah sudah sesuai dengan kebutuhan konsep pemasyarakatan itu sendiri?


3.         Jika tidak sesuai, apa faktor penghambatnya dan bagaimanakah solusi yang dapat dilakukan?


 


BAB II


PEMBAHASAN


 


 


A.        Proses Pembinaan Narapidana dalam Sistem Pemasyarakatan


Departemen Hukum dan HAM sebagai payung sistem pemasyarakatan Indonesia, menyelenggarakan sistem pemasyarakatan agar narapidana dapat memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga narapidana dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakatnya, kembali aktif berperan dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagai seorang warga negara.


Saat seorang narapidana menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, maka hak-haknya sebagai warga negara akan dibatasi. Sesuai UU No.12 Tahun 1995, narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Walaupun terpidana kehilangan kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.


Setelah proses pembinaan telah berjalan selama  2/3 masa pidana yang sebenarnya atau sekurang-kurangnya 9 bulan, maka pembinaan dalam tahap ini memasuki pembinaan tahap akhir. Pembinaan tahap akhir yaitu berupa kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan selesainya masa pidana. Pada tahap ini, bagi narapidana yang memenuhi syarat diberikan cuti menjelang bebas atau pembebasan bersyarat. Pembinaan dilakukan diluar Lapas oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang kemudian disebut pembimbingan Klien Pemasyarakatan.


B.        Identifikasi Sarana dan Prasarana Pendukung Pembinaan


 


Dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pedukung guna mencapai keberhasilan yang ingin dicapai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi :


 


1. Sarana Gedung Pemasyarakatan


Gedung Pemasyarakatan merupakan representasi keadaan penghuni di dalamnya. Keadaan gedung yang layak dapat mendukung proses pembinaan yang sesuai harapan. Di Indonesia sendiri, sebagian besar bangunan Lembaga Pemasyarakatan merupakan warisan kolonial, dengan kondisi infrastruktur yang terkesan ”angker” dan keras. Tembok tinggi yang mengelilingi dengan teralis besi menambah kesan seram penghuninya.


 


2. Pembinaan Narapidana


Bahwa sarana untuk pendidikan keterampilan di Lembaga Pemasyarakatan sangat terbatas, baik dalam jumlahnya maupun dalam jenisnya, dan bahkan ada sarana yang sudah demikian lama sehingga tidak berfungsi lagi, atau kalau toh berfungsi, hasilnya tidak memadai dengan barang-barang yang diproduksikan di luar (hasil produksi perusahan).


 


3. Petugas Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan


Berkenaan dengan masalah petugas pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan, ternyata dapat dikatakan belum sepenuhnya dapat menunjang tercapainya tujuan dari pembinaan itu sendiri, mengingat sebagian besar dari mereka relatif belum ditunjang oleh bekal kecakapan melakukan pembinaan dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.


 


C.        Paradigma Sistem Pembinaan Narapidana


 


Ironis, hampir seluruh tindak kejahatan yang ditangani oleh Sistem Peradilan Pidana Indonesia selalu berakhir di penjara. Padahal penjara bukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah-masalah kejahatan, khususnya tindak kejahatan di mana "kerusakan" yang ditimbulkan oleh tindak kejahatan tersebut masih bisa di restorasi sehingga kondisi  yang telah "rusak" dapat dikembalikan menuju keadaan semula, di mana dalam keadilan restoratif mi dimungkinkan adanya penghilangan stigma dari individu pelaku. Dalam menyikapi tindak kejahatan yang dianggap dapat direstorasi kembali, dikenal suatu paradigma penghukuman yang disebut sebagai restorative justice, di mana pelaku kejahatan didorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban, keluarganya dan juga masyarakat. Berkaitan dengan kejahatan yang kerusakannya masih bisa diperbaiki, pada dasarnya masyarakat menginginkan agar bagi pelaku diberikan "pelayanan" yang bersifat rehabilitatif. Masyarakat mengharapkan para pelaku kejahatan akan menjadi lebih baik dibanding sebelum mereka masuk kedalam institusi penjara, inilah yang dimaksud proses rehabilitasi.


 


Kebutuhan dan keselamatan korban menjadi perhatian yang utama dari proses restorative justice. Korban harus didukung dan dapat dilibatkan secara langsung dalam proses penentuan kebutuhan hasil akhir dari kasus tindak pidana yang dialaminya. Namun dengan demikian bukan berarti kebutuhan pelaku tindak pidana diabaikan. Pelaku tindak pidana harus direhabilitasi dan di-reintegrasikan ke dalam masyarakat. Konsekuensi dari kondisi mi mengakibatkan perlunya dilakukan pertukaran informasi antara korban dan pelaku tindak pidana secara langsung dan terjadinya kesepakatan yang saling menguntungkan di antara keduanya sebagai hasil akhir dari tindak pidana yang terjadi.


 


D.        Perwujudan Konkret Rehabilitasi dan Reintegrasi Sosial


 


Teori rehabilitasi dan reintegrasi sosial mengembangkan beberapa program kebijakan pembinaan narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Program kebijakan itu meliputi :


 


1. Asimilasi


Dalam asimilasi dikemas berbagai macam program pembinaan yang salah satunya adalah pemberian latihan kerja dan produksi kepada narapidana.


 


2. Reintegrasi Sosial


Dalam integrasi sosial dikembangkan dua macam bentuk program pembinaan, yaitu pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas.


a). Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan.


b). Cuti menjelang bebas adalah pemberian cuti kepada narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidanannya, di mana masa dua pertiga itu sekurang- kurangnya sembilan bulan.


 


BAB III


PENUTUP


 


 


A.        Kesimpulan


 


Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat memperoleh kesimpulan sebagai berikut :


Apabila ditinjau melalui tujuan didirikan Lembaga Pemasyarakatan, proses pembinaan yang seharusnya diberikan kepada narapidana belum dapat berjalan. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan yang belum dapat mengakomodir konsep Lembaga Pemasyarakatan sebagai wadah pembinaan narapidana. Selain itu beberapa faktor non-teknis seperti : paradigma tentang narapidana dan wujud pembinaan yang belum sempurna turut memperburuk kondisi pembinaan di pemasyarakatan.    


 


B.        Saran


 


Melihat fenomena pemasyarakatan yang ada cukup memprihatinkan, beberapa hal yang ingin penulis sampaikan adalah :


1.         Adanya koordinasi terkait antara pihak kepolisian, kejaksaan, pegawai pemasyarakatan, serta masyarakat dalam membina pelaku kejahatan.


2.         Pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung proses pembinaan narapidana dalam pemasyarakatan, selain itu diperlukan sistem yang berorientasi pada nasib narapidana ketika bebas dan kembali lagi dalam masyarakat.


3.         Pemerintah melalui kekuasaannya diharapkan dapat mengubah paradigma tentang pelaku kejahatan. 


 


DAFTAR PUSTAKA


 


 


Hamzah, Andi, 2001, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika


 


Petrus, Irwan Panjaitan, 1995, Lembaga Pemasyarakatan dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan


 


UU No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


 


PP No 28 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan


 


www.media-indonesia.com


 


www.dephumkam.go.id

26 Kommentarer:

napi1708

Bagus mash... makalah.... kini Persatuan NAPI-NArapidana Indonesia.... sedang memperjuangkan hak-hak NAPI... yang memang diatur menurut UU No.12/1995.... silahkan baca surat JUBIR NAPI ke Mnteri Hukum & HAM, dimana masih ada stigma " YAITU MEMELIHARA NAPI SELAMA MUNGKIN ", dengan membuat perhitungan yang tidak jujur dan tidak adil... untuk menghitung 1/2, 1/3 dan 2/3 sehingga napi tidak dapat menerima haknya, seperti cuti menjelang bebas, assilimasi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan UU....

okky meidia

thanks u comment nya..meski secara eksistensi narapidana terkungkung tapi secara esensi mereka te2p manusia yg mst dlindungi..good luck u pjuangannya

muh. mehdi

sistem pemasyarakatan??apakah masyarakat sudah tau mengenai konsep itu?apakah mereka mau menerima sistem itu??dan apakah konsep tersebut sudah menjadi solusi terbaik bagi pelaksanaan pidana dinegara kita??semua itu masih merupakan tanda tanya besar...bagaimana tidak paradigma dimasyarakat masih menginginkan orang yang bersalah dan melakukan tindak pidana dihukum seberat beratnya berbanding terbalik dengan konsep pemasyarakatan..ditambah lagi tidak adanya satu persepsi diantara para penegak hukum tentang bagaimana seharusnya suatu pelaksanaan pidana..perlu diingat bahwa pemasyarakatan adalah suatu sistem yang tidak bisa berdiri sendiri harus didukung oleh masyarakat itu sendiri dan aparat penegak hukum lainnya

doha

membahas mengenai kepenjaraan di indonesia memang sangat memprihatinkan baik dai sisi petugasnya sendiri maupun para penghuninya. saya hanya lucu aja membaca respon dari napi 1708 yang menginginkan keadilan!!!!!! yang ingin saya tanyakan kepada bang napi 1708 adalah adil ini menurut siapa menurut kamu atau menurut masyarakat atau adil menurut bangsa. berpikir positif sajalah para napi indonesia mari kita sama2 perbaiki bangsa ini pelan2. kalo memang tidak bisa terima keadaan ini ya jangan jadi napi di indonesia, jadi napi aja di negara yang kamu suka n menurut kamu bisa adil OK!!!!!!

Bernardus

sp aj yg bc komentr sy,tlg bnt sy,sy mncri info ttg rumusan perhtungan PB bagi Napi yang pernah lari.thank's.

lapsustik

tolong nama pencetus konsep pemasyarakatan di ganti Dr Sahardjo, SH

Indry

kalau mau buat maklah baca referensinya dengan bauk dan benar soalnya, dari sisi pemasyarakatan banyak yang kurang
contohnya saja "menurut raharjo9dalam judul)seharusnya Sahardjo"

Reave

paradigma mengenai masyarakat yang menginginkan pelaku kejahatn untuk di hukum memang tidak dapat dirubah,namun yang perlu dilihat fungsi daripada lapas itu sendiri,dalam hal lain pembinaan selain di tujukan kepada Narapidana untuk merubah dirinya dalam suatu lembaga khusus melainkan juga untuk melindungi pelaku itu sendiri,dari tindakan tindakan yang tidak di inginkan,tidak jarang kan ada berita mengenai tindakan "main hakim sendiri"

pelepasan napi kembali ke masyarakat tentu juga bukan halyang mudah baik untuk masyarakat maupun Napi itu sendiri, bagaimana proses pembinaan dan pelatihan dalam lembaga pemasyarakatan?keahlian apa yang di ajarkan?tentu saja semua telah di atur,namun pertanyaaan dimulai ketika Napi tersebut terjun ke masyarakat,paradigma "mantan Napi" tentu tidak mudah untuk diterima adakah peraturan yang mengatasi hal ini?dan siapa yang berani bertanggung jawab atas kelakuan mantan napi tersebut?? paradigma sistem pemasyarakatan tentu sering mendapat konotasi yang buruk,namun sejauh mana lembaga pemasyarakaan dapat memberikan jaminan terhadap lulusannya?apa ada rekomendasi dari kepala lapas terhadap mantan napi yang ingin melamar kerja??dan bagaimana perusahaan serta keadaan sosiologis masyarakat dalam penerimaan kembali tersebut?

asykurullah

masih banyak kekurangan, harysnya dalam konsep pembinaa harus jelas, bagaimana napi memperoleh pembinaan baik mental, ataupun pembinaan skill, yang notabene akan berperan dalam kehidupan bermasyarakatanya kelak.karena dalam teori pemidanaan, napi dianggap tersesat sehingga perlu dilakukan penyadaran..!! dan satu lagi pemaparannya sangat singkat... reperensi kurang! padahal reperensi tentang pemasyarakatan sangat banyak. sperti bukunya Sanusi Has, Dwijat Priyatno, Bambang Poernomo, dan masih banyal lag.

sayed

ass wr wb
saya lagi menyelesaikan skripsi yang berjudul "PEMBINAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP NARPIDANA"
saya ingin menanyakan tentang pola pembinaan Agama islam terhadap narapidana
atas balasan
saya ucapkan terima kasih

yudi hamdi

Aslm.Wr.Wb....
selama ini sistem pemasyarakatan memang belum memadai sesuai dengan yang diharapkan, yang menjadi kendala utama dalam pembinaan para napi di lembaga pemasyarakatan yakni SDM dari pembina itu sendiri yang bukan berlatar belakang dari dunia pendidikan, psikolog, dll.

xxxx

aslmkum wr.wb
maju terus permasyarakatan ....
embanlah tugas mulia.....
sesuatu hanya bisa diusahakan dengan jerih payah dan keyakinan dalam melakukan pembinaan.....
cayoooo....

xxxx

buat yudi hamdani...kalo SDM petugas dr dunia pendidikan itu tpmt nya disekolah bukan di lapas.....

xxxx

jangan cuma bisa menyalahkan petugas lapas.......apakah kalian masyarakat umum mengerti dan memahami pekerjaan sebagai petugas lapas, sbgai pembina, sbgai orng tua, maupun sbg seorang rekan bagi narapidana sendiri....hanya dengan petugas lah yang mau menerima kehadiran narapidana,kalo masyarakat ga bakalan peduli,taunya menstigma narapidana saja

Wahjoe Suharlin Ningsih

Dalam tulisan anda bagus telah mengakomodir fakta yang ada, namun bagaimana caranya bisa menciptakan Lembaga Pemasyarakatan itu menjadikan tempat yang membuat jera penghuni dan dia tidak mengulangi perbuatan bahkan lebih dari sekali, Kenyataannya bahwa di dalam LP tahnan yang banyak uanglah yang paling berkuasa ! bagaimana melihat realita seperti itu ?

dedi sumaryadi

assalamualaikum....wr.wb..
perubahan paradigma lapas belum banyak dipahami oleh sebagian org...lapas yang sekarang masih melekat dengan penjeraan, hal ini yang menghambat tercapainya tujuan lapas sebagai wadah rehabilitasi dan pembinaan...

vian togas

buat sederhana saja lembaga pemasyarakatan adalah tempat rehabilatasi budipekerti seseorang bukan cam hitler atau alqaeda dimana orang di paksa dengan kekerasan atau dicuci otak dengan doktrin yang tidak manusiawi tapi justru di didik dengan standar budipekerti dan ketrampilan yang memiliki dasar teoritis yang umum,terbuka,luas dan manusiawi berdasarkan falsafah pancasila itu saja ko gampang

vian togas

dan yang terpenting diperlakukan bukan sebagai objek penelitian namun sebagai sesama manusia yang menjadi persoalan adalah bagaimana kita akan tau mana orang yang mau berobah menjadi baik atau yang justru malahan akan berubah menjadi lebih jahat semuanya tergantung pilihan dari si napi itu sendiri namun tugas kita untuk menuntun orang itu pada pilihan yang bijak tidak dengan cara kekerasan tapi dengan conseling yang dilakukan dengan hati-hati tergantung kwalitas kesehatan budipekerti orang itu yang perlu di kuatirkan adalah jika yang kita hadapi sudah memiliki jiwa yang butuh psikiater yang hebat pertanyaannya bagai mana menanggulanginya apa yang musti disediakan dan di persiapkan di lembaga itu sendiri intiny lembaga adalah tempat perbaikan hidup bukan pemburukan hidup

iwan Lapas

Tidak ada pelaut ulung yang hebat,berlayar diair yang tenang???

rurouni rendy

yah, keren kren ^_^

wan nazi

kalau dapat teori yang didapat di cantumkan satu persatu

ifa

yang dimaksud lembaga pemasyarakatan itu apa?

chi richi

terima kasih saudara/i ku satu himpunan,makalahnya telah membantu sedikit demi sedikit skripsi adinda tentang " Upaya Pembinaan Terhadap Napi Yang Melakukan Tindak Pidana Perkosaan " dari makalah ini adinda bisa menemukan beberapa Undang-undangnya. YAKUSA

Mentari

saya tidak mengerti, sekarang ini lembaga pemasyarakatan tidak fokus untuk mendidik bangsa. seharusnya para narapidana harus diberikan hukuman bukan binaan apalagi bisa kuliah dan memiliki ketrampilan. Nilai-nilai apa yang ingin diajarkan kepada bangsa ini jika narapida di lapas memiliki akses untuk memiliki ketrampilan lebih baik dan lebih maju dibandingankan dengan orang-orang baik di luar lapas

Unknown

terimakasih atas komentar dan saran yang saya baca disini. saya merasa sedikit terbantu dengan blogger ini. sebenarnya saya mau ambil judul skripsi mengenai strategi pembinaan di lapas tapi setelah ilik-ilik lagi kok urung ambil strategi ya. hmmm help me.......

Lapas Sarolangun

Terima kasih atas makalahnya, sangat bermanfaat, Kita akan berusaha semaksimal mungkin untuk meningkat kinerja dan menerapkan apa-apa yang sudah dituangkan dalam UU, agar fungsi pemasyarakatan dapat berjalan sebagaimana mestinya, salam Lapas Sarolangun

Post a Comment