Kritik Atas Waktu Memulai Puasa dan Waktu Berbuka Puasa

bukap8cj


Udah lama pingin banget nulis hal ini. Tetapi baru sekarang aku memberanikan diri. Karena apa yang hendak aku tuliskan, sebetulnya dapat saja dengan mudahnya diragukan kebenarannya oleh para penganut paham Argumentum ad Hominem.


Pasalnya, aku seorang mahasiswa fakultas hukum yang buta akan tafsir agama, memberanikan diri menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits.


Kepada para ahli agama, mohon maaf jika apa yang aku sampaikan ternyata berbeda dengan pendapat Anda.


Ini seputar waktu berbuka puasa dan waktu memulai puasa.


Banyak diantara temen-temenku yang sering kali menegur untuk segera berbuka puasa. Mereka berkata bahwa Nabi memerintahkan kita untuk menyegerakan berbuka puasa. Dalam hatiku aku bertanya, kalau memang menyegerakan, knapa ndak berbuka puasa ketika jam 9 pagi saja? Hehehe…ini hanya pertanyaan bodoh yang sepintas ada dalam pikiranku saat itu.


Aku coba membuat saat-saat berbuka puasa itu menjadi sebuah diskusi yang menarik. Untungnya di handphoneku ada Al-Qur’an digital. Segera saja aku buka Surat Al-Baqarah ayat 187. Disana terdapat ketentuan mengenai waktu berbuka puasa dan waktu memulai puasa.


”… dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…” (QS. Al-Baqarah : 187)


Waktu memulai puasa


Banyak diantara kita yang berpendapat bahwa waktu memulai puasa adalah ketika masuk waktu adzan subuh yang ada pada jadwal imsakiyah. Bahkan diantaranya ada yang menghentikan aktivitas makan dan minum mereka beberapa menit sebelum adzan subuh. Apakah itu benar?


Memang betul waktu memulai puasa (fajar) adalah ketika masuk waktu subuh, karena waktu fajar juga digunakan untuk menunjukkan waktu shalat subuh dalam Surat Al-Isra’ ayat 78:


”Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) fajar. Sesungguhnya shalat fajar itu disaksikan (oleh malaikat).”


Namun, menurutku yang dhoif ini, waktu tersebut tidak sesuai dengan penafsiranku terhadap ayat tersebut. Aku ndak berani mengatakan pendapat mayoritas umat Islam itu berbeda dengan ayat Al-Qur’an. Aku hanya berani mengatakan bahwa pendapat yang mengatakan waktu memulai puasa adalah ketika adzan subuh (menurut mayoritas umat Islam), berbeda dengan penafsiranku terhadap surat Al-Baqarah ayat 187.


Dalam Shahih Muslim, hadits No. 1825, Hadits riwayat Sahal bin Saad RA, ia berkata: Ketika turun ayat: Makan dan minumlah hingga nyata bagimu benang yang putih dari benang yang hitam. Beliau berkata: seorang lelaki mengambil seutas benang yang berwarna putih dan seutas benang berwarna hitam. Lalu ia makan sampai kedua benang tersebut kelihatan jelas olehnya sampai akhirnya Allah menurunkan ayat kelanjutannya ’Pada waktu fajar’.


Riwayat diatas bercerita tentang seseorang yang menjadikan seutas benang putih dan hitam sebagai tanda mulainya waktu berpuasa. Tidak seperti sekarang kita ini yang menjadikan jadwal imsakiyah sebagai patokan. Lho, emangnya salah kalau jadwal imsakiyah dijadikan patokan?


Menurutku, tidak terlalu tepat. Kesimpulan ini aku ambil ketika aku membaca sebuah riwayat dan membaca penafsiran Ibnu Katsir atas ayat tersebut.


Ibnu Katsir menafsirkan surat al-baqarah ayat 187 mengenai waktu memulai puasa, ”yakni hingga jelas terangnya pagi dari gelapnya malam. Dan untuk menghilangkan kesamaran, maka Allah berfirman ’yaitu fajar’.”


Menurutku, penafsiran Ibnu Katsir itu sesuai dengan hadits riwayat Adi bin Hatim RA: Ketika turun ayat: Sehingga nyata bagimu benang yang putih dari benang yang hitam, yaitu fajar, maka Adi bin Hatim berkata kepada Rasulullah Saw: Wahai Rasulullah, sungguh saya meletakkan benang berwarna putih dan benang berwarna hitam di bawah bantalku, sehingga aku dapat mengenali antara waktu malam dan waktu siang hari. Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya bantalmu itu sangat lebar. Sesungguhnya yang dimaksud adalah hitamnya (gelapnya) malam dan putihnya (terangnya) siang pada saat fajar. (Shahih Bukhari No. 1824)


Dari Surat Al-Baqarah 187 dan hadits2 diatas, aku berpikiran bahwa waktu untuk memulai puasa adalah ketika langit sudah mulai agak terang atau ketika jelas terangnya pagi dari gelapnya malam. Di Al-Qur’an disebutkan waktu itu adalah waktu fajar atau waktu shalat subuh.


Al-Hakim dan al-Baihaqi meriwayatkan hadits dari Ibn Abbas, bahwa Nabi bersabda: “Fajar itu ada dua; fajar yang di dalamnya haram makanan serta dihalalkan shalat, kedua fajar yang di dalamnya halam makanan dan haram shalat -Subuh-.” Dishahihkan al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 4279.


Dalam sebuah riwayat disebutkan, “Fajar ada dua, fajar yang disebut seperti ekor serigala adalah fajar kadzib yang memanjang vertical dan tidak menyebar secara horizontal, yang kedua fajar yang melebar (horizontal) dan bukan vertical.” Dishahihkan oleh Al-Albani dalam ash-Shahihah, no. 2002; Shahih al-Jami’: 4278.


Ibn Hazm mengatakan, “Fajar pertama adalah meninggi ke atas seperti ekor serigala, setelah itu gelap lagi menyelimuti ufuk, tidak mengharamkan makan dan minum bagi orang yang puasa, belum masuk waktu shalat Subuh. Ini tidak diperselisihkan oleh seorangpun dari umat ini. Fajar kedua, adalah sinar terang yang melebar di langit di ufuk timur di tempat terbitnya matahari pada setiap masa. Ia berpindah dengan perpindahannya (matahari), ia merupakan permulaan cahaya Subuh, dan semakin terang, barangkali dicampuri dengan semburat merah yang indah. Inilah yang menjelaskan masuknya waktu puasa, dan adzan shalat Subuh. Adapun masuknya waktu shalat terjadi dengan semakin terangnya, maka ini tidak diperselisihkan oleh seorangpun.” (Al-Muhalla, 3/192)


Dari dalil-dalil ini, menjadi jelas bagi kita kapan waktu fajar shadiq. Kita bisa mengenalinya dengan sinar terang yang menyebar di langit. Agar sinar terang ini menjadi jelas, dan kita mengetahui kapan ulama terdahulu shalat, mari kita baca penjelasan Ibn Jarir At-Thabari tentang sifat atau karakter sinar terang tersebut. Ia mengatakan,


“Sifat sinar Subuh yang terang itu, ia menyebar dan meluas di langit, sinarnya (terangnya) dan cahayanya memenuhi dunia hingga memperlihatkan jalan-jalan menjadi jelas.” (Tafsir At-Thabari, 2/167).


Mari sejenak kita cocokkan waktu adzan subuh menurut jadwal imsakiyah dengan ketentuan yang ada dalam ayat Al-Qur’an, hadits, serta pendapat ulama diatas.


Aku mendapati bahwa waktu adzan subuh menurut jadwal imsakiyah jauh lebih cepat ketimbang waktu yang telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya.


Menurut Nabi, waktu memulai puasa adalah ketika jelas ”terangnya siang” atau dalam riwayat lain ”terangnya pagi”, dari ”gelapnya malam”. Dalam arti lain bahwa kita memulai puasa ketika langit sudah agak terang. Sedangkan pada waktu memulai puasa atau waktu subuh menurut jadwal imsakiyah, langit masih dalam keadaan gelap. Bisa dikatakan disini bahwa waktu mulai berpuasa menurut Al-Qur’an dan waktu memulai puasa menurut jadwal imsakiyah, berbeda. Mau ikut yang mana hayo?


Jadi, waktu shalat subuh atau shalat fajar adalah waktu untuk memulai puasa. Dan itu adalah ketika mulai jelas terangnya pagi dari gelapnya malam. Atau dalam kata lain, langit sudah mulai terang.




Waktu Berbuka Puasa

Aku juga tidak sepakat dengan waktu maghrib menurut jadwal imsakiyah. Waktu maghrib menurut jadwal imsakiyah sering kali dijadikan patokan waktu untuk berbuka puasa. Betulkah hal itu dijadikan patokan?


Menurut surat Al-Baqarah ayat 187 bahwa waktu berbuka puasa adalah:


”…Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam…”


Waktu berbuka puasa menurut Al-Qur’an adalah ketika datangnya malam. Apa tanda-tandanya?


Untuk menafsirkan ayat ini, jauh lebih aman jika kita menggunakan hadits untuk menafsirkannya.


Memang betul bahwa Nabi pernah berkata bahwa manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. (Shahih Bukhari dan Muslim). Tetapi bukan berarti kita berbuka bukan pada waktunya.


Hadits riwayat Umar RA, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Ketika malam datang, siang pergi dan matahari pun terbenam, maka saat itulah orang yang berpuasa mulai berbuka. (Shahih Muslim, Hadits No. 1841).


Jadi, waktu berbuka puasa itu ketika malam datang, siang pergi dan matahari terbenam. Waktu berpuasa bukan ketika sudah masuk waktu yang ditentukan dalam jadwal Imsakiyah.


Tapi riwayat di Shahih Muslim diatas belum menjelaskan secara detail kapan waktu berbuka puasa.


Dalam riwayat Shahih Bukhari, disebutkan dengan jelas waktu berbuka puasa.


Umar bin Khattab dari ayahnya, ia berkata: ”Rasulullah bersabda: ’Apabila malam datang dari sini dan siang berlalu dari sini, sedang matahari telah terbenam, maka sesungguhnya orang yang berpuasa boleh berbuka.’”


Diatas, ada kata-kata ”malam datang dari sini dan ”siang berlalu dari sini”. Apa maksudnya ini?


Menurutku, maksudnya ”malam datang dari sini” adalah malam datang dari sebelah timur. Langit disebelah timur sudah mulai menggelap. Sedangkan ”Siang berlalu dari sini”, maksudnya adalah siang berlalu dari sebelah barat. Pada langit sebelah barat terdapat rona merah.


Waktu berbuka puasa menurut riwayat diatas bahwa ketika langit disebelah timur, mega merah mulai menghilang, walaupun langit di sebelah barat masih terdapat mega merah.


Lagi-lagi, ketika aku cocokkan dengan waktu imsakiyah, ternyata berbeda. Ketika adzan maghrib berkumandang (menurut waktu jadwal imsakiyah), langit di sebelah timur masih terang. Tanda-tanda datangnya malam belum tampak.


Jadi, masihkah kita berpatokan pada jadwal imsakiyah? Ya itu sih terserah Anda. Aku tidak berani mengatakan bahwa pendapatku ini yang paling benar. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui siapa-siapa yang berada pada jalan kebenaran. (An-Nahl ayat 125).

5 Kommentarer:

Andy

Brarti lw orang syi'ah ye?dasar

ressay

Syiah? lo ape? Yahudi?

tanggapin donk tulisan saya dengan ilmiah. Bukan komentar bocah TK.

zul alimin

Ya, patut dikaji kembali apakah waktu imsak dan berbuka puasa kita selama ini telah sesuai dengan anjuran Rasulullah,..
Jika Alquran dan para penafsir berbeda pendapat, manakah yang harus diikuti???
Andalah yang bisa menjawabnya,..
Tentu dalam pencarian kebenaran harus dihilangkan fanatisme sehinggga kebenaran ajaran yang benar-benar, -BENAR- itu akan terungkap, sehingga kita tak hanya menjadi pengekor yang nyaman dengan kebiasaan turun temurun yang belum tentu bisa dipertanggung jawabkan dan sesuai dengan yang dimaksudkan agama..

zulalimin@gmail.com

Hedeck

Well gampang kok.. Kalo emg blm yakin, jgn menafsirkan sndiri alquran.. Bisa2 salah mengartikan. Kita liat hadits aja. Sperti yg anda tulis, fajar ada 2. 1.fajar yg halal makan haram solat. 2.fajar yg haram makan halal solat. nah, apakah ada fajar yg menghalalkan makan dan menghalalkan solat?gak ada kan. Brarti sudah jelas, waktu adzan subuh, adalah waktu kita solat subuh.. Jadi, saat halal solat subuh, saat itu pula haram buat makan.. Dan sperti yg anda tulis pula, benang hitam ato putih bukan maksud realnya benang sbagai patokan.. Tp kiasan gelap dan terang. Ga usah mempermasalahkan waktu adzan yg benar, dan yg salah. Yg pasti, kalo adzan brkumandang, brarti waktu nya solat. Dan segeralah solat.

Hedeck

Well gampang kok.. Kalo emg blm yakin, jgn menafsirkan sndiri alquran.. Bisa2 salah mengartikan. Kita liat hadits aja. Sperti yg anda tulis, fajar ada 2. 1.fajar yg halal makan haram solat. 2.fajar yg haram makan halal solat. nah, apakah ada fajar yg menghalalkan makan dan menghalalkan solat?gak ada kan. Brarti sudah jelas, waktu adzan subuh, adalah waktu kita solat subuh.. Jadi, saat halal solat subuh, saat itu pula haram buat makan.. Dan sperti yg anda tulis pula, benang hitam ato putih bukan maksud realnya benang sbagai patokan.. Tp kiasan gelap dan terang. Ga usah mempermasalahkan waktu adzan yg benar, dan yg salah. Yg pasti, kalo adzan brkumandang, brarti waktu nya solat. Dan segeralah solat oke bro

Post a Comment