Oleh: Aldian Andrew Wirawan
Pemilu 2009 yang sering disebut sebagai pesta demokrasi, akan menjadi ajang unjuk gigi bagi partai-partai politik. Sesuai UU no 10 tahun 2008 kampanye akan lebih banyak dilakukan di media baik media cetak maupun elektronik. Masa kampanye selama 9 bulan merupakan suatu kemajuan dibandingkan pemilu sebelumnya yang cenderung dilakukan dengan arak-arakan dan pengerahan massa. Partai politik dapat memberikan pendidikan politik yang lebih luas kepada masyarakat karena media cetak dan elektronik telah menjangkau hampir seluruh wilayah tanah air
Kekhawatiran akan fenomena golput dalam masa transisi demokrasi tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Rata –rata jumlah golput dalam pilkada mencapai 30-60 persen( Tajuk Sindo 26 Juli 2008). Dan tren ini semakin meningkat menjelang Pemilu 2009 karena perilaku elit yang tidak pernah memperhatikan keadaan riil di masyarakat. Dicabutnya subsidi BBM,naiknya harga sembako serta tingkah petinggi yang tidak terpuji adalah sedikit dari banyak alasan masyarakat memilih apatis terhadap berjalannya pesta demokrasi ini. Tentu keadaan yang sangat berbahaya di dalam masa transisi demokrasi, karena banyaknya golput tidak akan membuat pemerintahan goyang namun justru sebaliknya dapat berubah ke bentuk otoritarianisme terselubung.
Gerakan mahasiswa tidaklah diam setiap ada kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat. Puluhan aksi dilakukan untuk menolak dicabutnya subsidi BBM yang merugikan masyarakat, walaupun dinilai tidak berhasil sekali lagi mahasiswa menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat. Demikian pula menjelang Pemilu 2009 Mahasiswa di dalam era reformasi seperti sekarang haruslah menjadi penjaga demokrasi sejati yaitu demokrasi yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat bukan sekedar demokrasi prosedural, dimana demokrasi dinyatakan berhasil apabila pemilu dapat berlangsung dengan lancar.
Selama ini suara masyarakat hanya diharapkan ketika hari pencoblosan, setelah itu dilupakan begitu saja. Disinilah gerakan mahasiswa harus mampu menjelaskan hakikat dari demokrasi itu sendiri, tanpa harus kehilangan sikap independensinya. Peran Mahasiswa menjadi penting karena pertama suara mahasiswa adalah reseprentasi dari suara masyarakat sehingga dapat mempengaruhi kebijakan pemimpin-pemimpin partai yang berlaga di Pemilu 2009, kedua suara mahasiswa dengan keintelektualannya dapat menguraikan solusi-solusi, strategi-strategi untuk mencapai tujuan dari demokrasi dan ketiga mahasiswa sebagai pihak independen yang tidak kenal pamrih dapat mengorganisasi dan berpartisipasi aktif dalam pendidikan politik bagi masyarakat tanpa ada intervensi dari elit.
Inilah saat yang tepat untuk menyatukan kembali gerakan mahasiswa dengan masyarakat dengan gerakan yang lebih aktif. Mahasiswa harus mampu menunjukkan dirinya sebagai ‘suara umat’ lewat cara diskusi-diskusi yang melibatkan masyarakat mengenai masalah-masalah dalam Pemilu dan menerangkan tujuan dari demokrasi itu sendiri , melakukan pengawasan terhadap berjalannya pemilu baik sebelum maupun sesudah nya dan yang terakhir adalah tetap mempertahankan sikap independensinya demi terwujudnya demokrasi sejati di Indonesia
Penulis adalah Departemen Bidang PPA HMI Komisariat Fak. Hukum UNS
0 Kommentarer:
Post a Comment